Belenggu Kapitalisme Neoliberal: Mengurai Banalitas Praktik Ekonomi Pasar dan Ancaman Bagi Kaum Pekerja

Share it

Belenggu Kapitalisme Neoliberal: Mengurai Banalitas Praktik Ekonomi Pasar dan Ancaman Bagi Kaum Pekerja

“Di tengah derasnya arus ekonomi global, kita dihadapkan pada realitas suram di mana para pekerja terkungkung dalam ketidakpastian, bagaimana sebenarnya nasib ekonomi para pekerja yang kian terpinggirkan oleh sistem yang ada saat ini?”

Sistem ekonomi saat ini telah melahirkan eksploitasi dan alienasi manusia, bahkan terbukti tidak berpijak pada fondasi moral dan kemanusiaan. Sistem kapitalis yang bernaung di bawah globalisasi telah memisahkan manusia dalam jurang perbedaan yang sangat signifikan. Menjadi pemandangan umum ketika melihat penindasan atas perbedaan tersebut, antara si kuat dengan si lemah, seperti pekerja ditindas majikan, petani diperas tuan tanah, si miskin dieksploitasi si kaya, pembantu ditindas majikan, rakyat ditindas penguasa, dan di atas itu semua keuangan negara dieksploitasi oleh pemegang kekuasaan. Sistem perekonomian dunia saat ini seiring perkembangan globalisasi memungkinkan arus transnasionalisasi modal yang meniscayakan modal berpindah ke tempat dimana profit terbesar dapat dimaksimalisasi. Lembaga-lembaga donor seperti IMF dan Bank Dunia, termasuk perjanjian dagang Free Trade Agreent menjadi agen pelanggeng pasar bebas atas dasar paradigma neoliberalisme. Dalam implementasinya, sistem ekonomi yang berlaku seakan berpihak kepada kelompok tertentu dan menimbulkan kekacauan ekonomi, pengangguran, serta kompetisi yang tidak berimbang. Implikasinya, para pemangku kekuasaan mengutamakan daya tarik terhadap modal dengan menawarkan insentif atau kebijakan yang digadang-gadang “ramah” investasi, seperti pada tarif perdagangan, pajak, dan lingkungan anti-serikat pekerja. Keterpurukan ekonomi yang semakin memperburuk kesenjangan sosial telah memunculkan situasi dimana persaingan menjadi terdistorsi oleh dominasi monopoli.

Dalam pusaran kapitalisme, “persaingan” adalah sesuatu yang diagungkan. Pengakuan terhadap keberadaan monopoli akan mendorong penggabungan beberapa bisnis kecil menjadi satu sehingga menciptakan monopoli atau kartel. Akibatnya, monopoli menghilangkan persaingan bebas, memicu inflasi, dan pada akhirnya menyebabkan pengangguran. Keterpurukan kian membayang-bayangi kondisi ekonomi politik hari ini. Tingkat kemiskinan terus meningkat, gelombang PHK terus berlanjut, minimnya lapangan pekerjaan yang bisa membayar gaji yang cukup untuk hidup, dan beberapa problematika lain menjadi alasan keresahan banyak lapisan masyarakat. Realitas hari ini menunjukkan ketatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dan upah di bawah standar kebutuhan hidup layak. Lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini didominasi oleh pekerjaan informal yang umumnya rentan. Di sisi lain, pekerjaan di sektor formal kian digerogoti oleh kerja kontrak yang tidak pasti, bahkan yang memperoleh pekerjaan itupun tidak mendapatkan upah yang cukup untuk pemenuhan kebutuhan yang layak. Penerapan upah minimum di sektor formal hingga saat ini mengurangi permintaan tenaga kerja oleh perusahaan. Penurunan permintaan ini mengakibatkan peningkatan arus migrasi tenaga kerja dari sektor formal ke sektor informal atau bahkan menjadi pengangguran. Sistem ekonomi yang ada saat ini menginisiasi kecemasan dan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan dan sulitnya pemenuhan kebutuhan hampir di seluruh lapisan masyarakat.

Melihat peliknya masalah yang hadir ditengah penjajahan kaum-kaum kapital, lantas bagaimana seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya jika upah bahkan pekerjaannya tidak menjaminkan adanya kehidupan yang sejahtera?

Dalam logika kapitalisme, pemaksimalan keuntungan dilakukan dengan menekan upah kelas pekerja atau dengan tidak memberikan insentif sama sekali. Sementara itu, ada belenggu hak pada kelas pekerja yang membatasi tuntutan atau protes kelompoknya atas sistem yang berlaku. Pihak korporasi dapat menekan tuntutan dari kelas pekerja dengan ancaman menutup atau memindahkan pabriknya. Dalam hal ini, posisi kelas pekerja menjadi terancam, sistem mencengkeram para pekerja dalam ketidakpastian. Dominasi kapital saat ini benar-benar membuat kaum proletar berada dalam kungkungan sistem. Persoalan-persoalan pelik ini menjadi bagian dari lingkaran setan kapitalisme yang selalu membutuhkan cadangan buruh murah untuk menekan biaya produksi agar akumulasi modal bisa terjadi secara terus-menerus, sehingga pemilik modal bisa memperkaya diri mereka sendiri. Inilah mengapa pengangguran dan upah murah selalu menjadi masalah kronik di bawah bayang-bayang kapitalisme,

Di tengah keterpurukan ini, para pekerja terus berjuang untuk meraih kehidupan yang layak dan adil, meski dihadapkan pada sistem yang lebih sering menghalangi daripada membantu. Realitas ini mengharuskan kita untuk merenungkan kembali posisi dan peran kita dalam menghadapi ketidakadilan yang terjadi.

Sumber:

Depiero, A. 2018. Keresahan Kaum Muda di Bawah Kapitalisme. Diakses melalui https://revolusioner.org/keresahan-kaum-muda-di-bawah-kapitalisme/

Gomez, R. 2002. Multilateral Worker Protection in an Era of “Footloose” Capital. In: Cowell, Noel and Branche, Clement, (eds.) Human Resource Development and Workplace Governance in the Caribbean. Ian Randle Publishers, Kingston.

Korten, D. C. 2002. The Post-Corporate World: Life After Capitalism; terjemahan dan kata pengantar A. Rahman Zainuddin; edisi I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kushendrawati, S. M. 2006. Masyarakat Konsumen Sebagai Ciptaan Kapitalisme Global: Fenomena Budaya dalam Realitas Sosial. MAKARA, 10(2), hal. 49-57.

Tridiana, C. & Widyawati, D. 2018. Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari Sektor Formal. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 18 (3), hal. 119-139.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top