Antara Hegemoni dan Koersi: Relasi Ekonomi-Politik Negara Neoliberal Menurut Poulantzas

Dalam memahami dinamika kekuasaan dalam sistem kapitalisme neoliberal, teori negara dari Nicos Poulantzas menawarkan kerangka yang relevan untuk menelaah keterkaitan antara struktur ekonomi, politik, dan ideologi. Melalui perspektifnya yang berbasis pada teori Marxis strukturalis, Poulantzas menolak pandangan negara sebagai aktor netral dan otonom dari kelas sosial. Sebaliknya, ia memahami negara sebagai kondensasi material dari relasi kekuatan antar kelas, yang mencerminkan dan mereproduksi kepentingan dominan dalam tatanan sosial kapitalis.

Poulantzas mengkritisi gagasan negara liberal yang netral sebagaimana dipopulerkan oleh doktrin neoliberal. Dalam pemikiran neoliberal, negara sebaiknya meminimalkan intervensi dan menyerahkan pengaturan sosial kepada mekanisme pasar. Namun, Poulantzas justru menekankan bahwa negara, meskipun tidak identik dengan kelas penguasa, merupakan arena pertarungan sosial yang mengkristal dalam bentuk kebijakan dan struktur kekuasaan. Dalam konteks neoliberalisme, negara bukanlah entitas yang melemah, melainkan justru mengubah bentuk intervensinya, dari kesejahteraan publik ke perlindungan kepentingan modal global.

Neoliberalisme, sebagaimana diuraikan oleh Navarro (2007), merupakan ideologi kelas dominan yang bertujuan melanggengkan kekuasaan politik-ekonomi mereka melalui kebijakan deregulasi, privatisasi, dan pengurangan belanja sosial. Dalam praktiknya, negara justru memainkan peran aktif dalam menopang tatanan neoliberal melalui kebijakan fiskal dan moneter yang berpihak pada korporasi besar dan elite ekonomi, bukan melalui pelemahan peran negara, tetapi melalui penguatan peran negara dalam melayani kepentingan kelas dominan. Inilah yang oleh Poulantzas disebut sebagai “strategi kompromi tidak stabil” antara blok kekuasaan dan kelas yang didominasi.

Lebih lanjut, Poulantzas juga mengantisipasi dinamika neoliberalisme global dengan konsep state rescaling, yaitu pergeseran fungsi negara ke dalam sistem pemerintahan multilevel yang mencakup institusi global seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan World Trade Organization (WTO). Ia melihat bahwa globalisasi bukanlah proses menghilangnya negara, tetapi bentuk baru dari “kondensasi kekuasaan kelas” pada level internasional, di mana kepentingan nasional ditentukan oleh kompromi sosial domestik dan aliansi kelas global.

Dalam ranah ideologis, Poulantzas menggabungkan konsep hegemoni Gramscian dengan struktur kekuasaan negara. Ia menjelaskan bagaimana dominasi kelas dilakukan bukan hanya dengan koersif, tetapi juga dengan membentuk konsensus melalui institusi pendidikan, media, hukum, dan kebijakan yang tampak netral namun sesungguhnya menyuarakan nilai-nilai kapitalisme neoliberal. Hal ini menjadikan neoliberalisme sebagai bentuk dominasi yang melembaga dan tersembunyi dalam struktur negara dan masyarakat sipil.

Ketika menghadapi krisis, baik krisis ekonomi, politik, maupun ideologis sebagaimana ditunjukkan oleh Poulantzas, terdapat kemungkinan terbukanya ruang bagi perubahan struktur kekuasaan. Namun, krisis juga dapat dimanfaatkan oleh elit dominan untuk memperkuat tatanan hegemonik dengan menawarkan solusi otoriter. Dalam konteks ini, strategi transformasi sosial perlu dilakukan secara ganda, baik melalui perlawanan dari luar (civil society) maupun dari dalam (reformasi institusi negara) yang ia sebut sebagai “double strategy”.

Kesimpulannya, melalui perspektif Poulantzas, kita memahami bahwa neoliberalisme bukan sekadar ideologi ekonomi, tetapi merupakan proyek politik kelas yang menjadikan negara sebagai instrumen dominasi kelas kapitalis dalam ruang ekonomi, politik, dan ideologi. Dalam menghadapi neoliberalisme, maka strategi perlawanan tidak bisa sekadar bersandar pada desakan terhadap negara untuk berubah, melainkan juga harus menyasar struktur kekuasaan kelas yang mengkondensasi kebijakan dan aparatus negara.

 

 

Referensi

Koch, M. (2022). State-Civil Society Relations in Gramsci, Poulantzas and Bourdieu: Strategic Implications for the Degrowth Movement. Ecological Economics, 193, 107275.

Navarro, V. (2007). Neoliberalism as A Class Ideology; or, the Political Causes of the Growth of Inequalities. International Journal of Health Services, 37(1), 47 – 62.

Scroll to Top