Identitas di Tengah Arus Pasar

Neoliberalisme datang dengan slogan manis,
menawarkan kebebasan dan kesempatan bagi semua.
Namun dalam praktiknya yang tak berpihak,
banyak identitas gender yang tertinggal dan terabaikan.


Perempuan dituntut untuk terus melayani dan bekerja,
tanpa ruang untuk lelah, tanpa waktu untuk mengeluh.
Laki-laki dipaksa terus kuat dan berdaya,
sementara identitas di luar batasan norma
masih harus berjuang untuk diakui keberadaannya.


Segalanya diukur dari nilai guna dan hasil kerja,
bukan dari kesetaraan akses atau kebutuhan yang nyata.
Kebhinekaan gender hanya jadi citra,
yang sering tak sejalan dengan kebijakan dan realita.


Ketika layanan umum jadi milik pasar,
akses makin terbatas dan timpang dirasa.
Mereka yang tak sesuai standar mayoritas,
sering tak punya tempat dalam sistem yang memaksa.


Namun kesadaran terus tumbuh dalam senyap,
menuntut ruang yang aman dan setara untuk semua.
Bukan sekadar toleransi dalam wacana,
tapi keadilan yang hadir dalam kebijakan nyata.

Scroll to Top