
Jejak Historis Kapitalis: dari Benih Sejarah Menuju Eksploitasi dan Ketimpangan
Masyarakat memahami kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang memberikan kendali perdagangan, industri, dan alat-alat produksi kepada pemilik swasta untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Kehadiran kapitalisme saat ini dianggap sebagai sebuah keuntungan bagi para pemilik swasta dalam mengelola ekonominya, meski tak sedikit juga yang menolak sistem tersebut. Namun, dalam memahami kapitalisme, perlu dilihat lebih jauh bagaimana sebenarnya ia hadir. Kapitalisme hadir karena adanya prakondisi yang terjelaskan secara historis dan objektif.
Ellen M. Wood dalam bukunya yang berjudul “Asal-usul Kapitalisme” mengkritik banyak sejarawan Marxis yang keliru mendefinisikan dan memahami kapitalisme. Kesalahan ini diakibatkan oleh kurangnya landasan sejarah dalam pendefinisian mereka. Wood menggunakan pendekatan materialisme historis untuk menjelaskan asal mula kapitalisme. Pendekatan ini menekankan analisis empiris yang mendalam terhadap aktivitas praktis dalam konteks sejarah tertentu dan pelaku-pelakunya. Penting untuk dicatat bahwa Wood tidak menganggap pelaku dan tindakan mereka sebagai kehendak bebas individu. Sebaliknya, dia menunjukkan bahwa mereka dibatasi oleh kondisi historis pada masanya.
Sejarah menunjukkan bahwa benih-benih kapitalisme mulai tumbuh di Inggris pada abad ke-16. Struktur kelas di Inggris pada masa itu berbeda dengan negara-negara Eropa lainnya. Di Inggris, terdapat otokrasi terpusat yang dipegang oleh kelas sosial tertentu. Mereka memiliki monopoli atas kekuatan paksaan, termasuk penggunaan senjata. Kondisi ini menyebabkan kaum aristokrat tuan tanah di Inggris kehilangan kemampuan untuk mengambil upeti dari para petani. Kehilangan kewenangan ekstra-ekonomi ini memaksa mereka untuk beralih ke mekanisme ekonomi, yaitu harga pasar, untuk mendapatkan keuntungan dari sewa tanah.
Tuan tanah di Inggris menggunakan surveyor untuk menentukan harga sewa tanah. Hal ini menyebabkan nilai sewa menjadi fluktuatif dan mengikuti perubahan biaya produksi, hasil produksi, dan konsumsi yang dipengaruhi oleh pasar. Kesenjangan kepemilikan tanah yang timpang memaksa para petani untuk bersaing dalam menawarkan harga sewa tertinggi agar dapat mengakses tanah dan melanjutkan proses produksi. Untuk mencapai hal tersebut, para petani harus meningkatkan produktivitas kerja dan menekan biaya produksi seminimal mungkin. Laba dari hasil produksi tidak dapat diandalkan untuk memenuhi tuntutan sewa yang tinggi karena harga jual produk ditentukan oleh pasar. Oleh karena itu, satu-satunya cara bagi para petani untuk bertahan hidup adalah dengan menekan biaya produksi.
Dalam sistem kapitalisme, pasar bukan lagi sekadar tempat untuk melakukan perdagangan, melainkan menjadi kekuatan yang memaksa para produsen untuk menjual hasil produksinya. Hal ini terjadi karena para produsen tidak memiliki akses non-pasar yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Pasar menjadi satu-satunya penentu semua aspek kehidupan, bahkan kelangsungan hidup itu sendiri. Setiap orang dipaksa untuk tunduk pada kekuatan pasar dan bersaing untuk mendapatkan keuntungan. Ketidakmampuan untuk mengakses sumber daya di luar pasar membuat orang-orang terancam tidak bisa bertahan hidup jika tidak tunduk pada kekuatan pasar.
Sejak awal mula, kapitalisme telah diselimuti oleh bayang-bayang eksploitasi, ketidaksetaraan, dan penindasan. Kritikus sistem ini kerap menunjukkan bagaimana kapitalisme memperkuat jurang ketimpangan ekonomi, di mana kekayaan dan kekuatan terkonsentrasi pada segelintir orang atau kelompok elit. Eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja menjadi ciri khas kapitalisme. Sistem ini seringkali menguras sumber daya alam secara berlebihan dan tidak berkelanjutan, serta memperlakukan pekerja dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk, demi meraup keuntungan bagi para pemilik modal. Ketimpangan ekonomi yang mencolok adalah penyakit kronis kapitalisme. Kesenjangan yang signifikan antara kaum kaya dan miskin dapat menjebak masyarakat dalam siklus kemiskinan dan ketergantungan. Kapitalisme membangun struktur kekuasaan ekonomi yang kaku, di mana segelintir individu atau korporasi besar mengendalikan keuntungan dan kontrol, sementara mayoritas masyarakat terpinggirkan karena minimnya akses dan kesempatan.