
Kapitalisme dalam praktiknya tidak hanya membentuk struktur ekonomi tetapi juga memperdalam ketidaksetaraan gender yang sudah ada dalam masyarakat. Dalam konteks kapitalisme, sistem ini secara sistematis memperburuk penindasan terhadap perempuan dengan memperkuat hierarki gender yang sudah ada. Kapitalisme juga memperburuk ketidaksetaraan gender melalui berbagai jerat struktural yang membatasi akses perempuan terhadap sumber daya dan kesempatan. Kebijakan pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi sering kali mengabaikan kebutuhan khusus perempuan, seperti akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan perlindungan sosial. Hal ini menyebabkan perempuan terjebak dalam kondisi kemiskinan dan ketergantungan yang lebih besar, sementara sistem ekonomi terus memperlebar kesenjangan gender.
Sejarah kapitalisme juga telah menetapkan nilai gender dengan cara yang sangat merugikan perempuan. Dalam proses kapitalisasi, nilai-nilai dan peran gender sering kali diatur sedemikian rupa sehingga menguntungkan laki-laki, sementara perempuan sering kali dikesampingkan atau diperlakukan sebagai komoditas. Hal ini terlihat dari bagaimana perempuan sering kali tidak mendapatkan kompensasi yang setara meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki, dan peluang untuk promosi atau kemajuan karier mereka sering kali terbatas. Ketidaksetaraan ini menciptakan struktur yang memperkuat posisi dominan laki-laki dalam ekonomi, memperlebar jurang kesenjangan antara gender dan mengabaikan kontribusi yang sama dari perempuan.
Sistem kapitalisme dalam sering kali menempatkan perempuan dalam pekerjaan dengan upah rendah dan kondisi kerja yang tidak memadai, sementara akses mereka ke posisi-posisi yang lebih tinggi atau lebih menguntungkan sering kali terbatas. Dalam kerangka ekonomi ini, kontribusi perempuan sering dianggap kurang penting dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki, menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam hal pendapatan dan kesempatan. Sistem ini tidak hanya mengejar keuntungan tetapi juga memperdalam ketidakadilan gender, menjadikan perempuan sebagai kelompok yang terus-menerus terdiskriminasi dalam pasar tenaga kerja.
Dalam sistem kapitalis, konstruksi maskulinitas sering kali dipahami dan dievaluasi berdasarkan kesuksesan ekonomi dan dominasi. Tekanan untuk memenuhi standar-standar tertentu ini tidak hanya membatasi peran dan hak perempuan tetapi juga membentuk ekspektasi yang tidak realistis bagi laki-laki, yang harus menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial untuk dianggap sukses. Konstruksi maskulinitas yang dominan ini memperkuat norma-norma gender yang kaku dan memperdalam ketidaksetaraan gender, menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang tidak setara dan memperkuat struktur patriarki.
Kapitalisme juga mengubah tubuh perempuan menjadi objek komodifikasi dan disiplin. Dalam sistem kapitalis, tubuh perempuan sering diperlakukan sebagai aset ekonomi yang dapat diperdagangkan dan dimanfaatkan untuk keuntungan pasar. Industrialisasi tubuh perempuan melalui industri mode, kecantikan, dan hiburan menciptakan tekanan besar bagi perempuan untuk memenuhi standar kecantikan yang sering kali tidak realistis. Fenomena ini tidak hanya membebani psikologis perempuan dengan tuntutan yang tinggi tetapi juga memperkuat pandangan bahwa tubuh perempuan adalah barang dagangan yang dapat digunakan untuk kepentingan ekonomi. Dengan memanfaatkan tubuh perempuan untuk keuntungan kapitalis, kapitalisme memperdalam ketidaksetaraan gender dan menciptakan hambatan tambahan bagi perempuan untuk mencapai kesetaraan yang sebenarnya.
Secara keseluruhan, kapitalisme memperburuk ketidaksetaraan gender dengan memperkuat struktur yang ada dan menciptakan hambatan tambahan bagi perempuan. Sistem ini tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi tetapi juga mempengaruhi cara kita memahami dan menilai peran gender dalam masyarakat. Dengan mengkomodifikasi tubuh perempuan, memperkuat konstruksi maskulinitas yang kaku, dan memperdalam ketidaksetaraan dalam pasar tenaga kerja, kapitalisme memainkan peran penting dalam mempertahankan dan memperdalam ketidaksetaraan gender yang mendalam. Upaya untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan setara memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak kapitalisme terhadap gender dan reformasi yang serius dalam struktur ekonomi yang ada.
Fahrimal, Y., & Husna, A. (2020). Rekonstruksi Maskulinitas dalam Kerangka Kapitalisme. Avant Garde, 8(1), 20-32.
Gimenez, M. A. (2016). Kapitalisme dan Penindasan terhadap Perempuan: Kembali ke Marx. Bandung: Pustaka Indoprogress.
Hartigan-O, C. E. (2016). Gender’s Value in the History of Capitalism. Journal of the Early Republic, 36(4), 613–635.
Salihin, N. (2019). Transformasi gender: Strategi pembebasan perempuan dari jerat pembangunan dan kapitalisme. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 14(1), 109-140.
Zahid, A., Ayu, N. A. K., & Ikayanti, R. L. (2023). Kapitalisme Tubuh Perempuan: Sebuah Pendisiplinan Atau Industrialisasi. RESIPROKAL: Jurnal Riset Sosiologi Progresif Aktual, 5(1), 115-131.