Melirik Masa Lalu yang Kini tidak hanya Sekedar “Masa lalu”

Share it

Istilah kapitalisme merujuk pada suatu sistem ekonomi dimana unsur-unsur material dari faktor produksi seperti tanah dan modal dikuasai oleh pihak swasta, dengan tujuan utama dalam berproduksi adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.  Dalam sejarahnya, kapitalisme pertama kali muncul di Eropa pada abad ke-16. Dudley Dillard membagi sejarah kapitalisme menjadi tiga fase: kapitalisme awal, kapitalisme klasik, dan kapitalisme lanjut.

Fase kapitalisme awal (1500-1750) dimulai pada abad ke-16 dengan terbentuknya institusi pasar, diikuti oleh perkembangan perdagangan jarak jauh di berbagai pusat kapitalisme. Di Eropa, industri tekstil di Inggris menjadi pionir dalam perkembangan kapitalisme sebagai sistem sosial dan ekonomi, yang kemudian meluas ke sektor perkapalan, pergudangan, dan bentuk kekayaan lainnya. Kebangkitan kapitalisme serta ideologi kapitalis menghadapi tantangan dari etika ekonomi Katolik abad pertengahan. Para pedagang kapitalis bergerak di pusat kota untuk menjual barang-barang hasil produksi, dimulai sebagai pengembara yang menjual barang kepada pedagang lain, dan bertransformasi menjadi pedagang umum, meskipun pada saat yang sama feodalisme masih berpengaruh di daerah pedesaan.

Fase kapitalisme klasik (1750-1914) merupakan periode di mana kapitalisme berkembang, ditandai dengan pergeseran dari perdagangan publik ke industri. Revolusi industri di Inggris menjadi faktor utama, dengan banyaknya mesin besar yang diciptakan untuk mendukung kegiatan industri. Kapitalisme mulai berperan penting dalam mendorong perubahan teknologi, memungkinkan akumulasi modal dan penerapan penemuan baru yang sulit diakses oleh masyarakat kurang mampu. Adam Smith, yang dikenal sebagai “bapak kapitalisme,” memperoleh ketenaran pada masa ini melalui bukunya, The Wealth of Nations (1776), yang mencerminkan ideologi kapitalisme klasik dengan salah satu prinsip utamanya, yaitu “laissez faire”.

Fase kapitalisme lanjut (1914-sekarang) ditandai oleh terjadinya Perang Dunia I dan sebagai peristiwa penting, kapitalisme lanjut ditandai paling tidak oleh tiga momentum yang kemudian memunculkan ideologi tandingan yang disebut komunisme, yaitu : 1) pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika, 2) bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika sebagai akses dari kapitalisme klasik, dan 3) revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa kepemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan, dan kemapanan agama. Terdapat tiga karakteristik utama kapitalisme: 1) Eksploitasi, yang melibatkan pengurasan besar-besaran terhadap sumber daya alam dan manusia, 2) Akumulasi, yang mengacu pada pertumbuhan kekayaan yang signifikan, dan 3) Ekspansi, yang berarti perluasan pasar.

Neoliberalisme adalah contoh awal praktik ekonomi politik yang berpendapat bahwa individu dapat menjadi yang terbaik jika diberikan kebebasan dalam kewirausahaan dan keahlian, dalam kerangka institusi yang memiliki hak kepemilikan pribadi yang kuat, serta pasar dan perdagangan yang bebas. Teori ekonomi neoklasik mendukung ideologi neoliberalisme untuk secara sistematis menunjukkan pasar bebas selalu jelas. Maksudnya adalah semua tenaga kerja akan dipekerjakan untuk memproduksi berbagai barang yang semuanya terjual. Pada akhir Perang Dunia II, ekonomi liberalisme yang merupakan versi lama neoliberalisme muncul sebagai ideologi. Bahkan sudah mulai digantikan sebagai praktik pada awal abad ke-20, ketika, seperti Rudolf Hilferding, Nikolai Bukharin, dan Lenin, menunjukkan kapitalisme pasar bebas mengarah kepada kapitalisme monopoli dan imperialisme sebagai hasilnya. Intervensi dari negara dipandang perlu untuk menyediakan infrastruktur prduksi kapitalis. Bahkan di beberapa negara seperti Jerman, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa intervensi negara dapat memberikan dasar untuk profitabilitas baru dan akumulasi.

 

Aliran baru dalam ekonomi muncul dengan menekankan intervensi negara sebagai cara untuk melindungi kapitalisme, berlandaskan ide-ide ekonom Inggris John Maynard Keynes yang merevisi sebagian gagasan neoklasik pada tahun 1930-an. Setelah Perang Dunia Kedua, banyak kalangan modal mengadopsi pemikiran Keynesian, yang meyakini bahwa pembatasan dan peraturan akan mendukung akumulasi modal, terutama setelah pengalaman buruk selama Depresi Besar. Meskipun Friedrich von Hayek dan Milton Friedman tetap berpegang pada doktrin lama, pemerintah dan perusahaan besar menerima ideologi Keynesian karena peningkatan aktivitas ekonomi yang disertai dengan keuntungan yang lebih tinggi di AS dan negara-negara Eropa. Keynesianisme mencerminkan realitas kapitalisme pasca-perang, tetapi sebagai praktik ekonomi, ide ini tidak diuji hingga krisis serius pada pertengahan 1970-an, ketika stagflasi muncul dan menunjukkan ketidakmampuan Keynesianisme dalam menyelesaikan masalah tersebut. Para Keynesian, termasuk Francis Cripps, mengakui bahwa pemahaman tentang cara kerja ekonomi modern masih sangat terbatas.

Kebangkitan liberalisme klasik terlihat dalam pemikiran Friedrich von Hayek dan Milton Friedman, dua pemenang Nobel, yang berusaha mengembalikan ide-ide tersebut ke dalam kebijakan ekonomi politik di Inggris di bawah Perdana Menteri Margaret Thatcher dan di Amerika oleh Ronald Reagan. Neoliberalisme sering kali terkait dengan neokonservatis, mengingat kebangkitannya di Inggris melekat pada Thacher yang berasal dari partai konservatif. Gagasan ini juga menjadi dasar dalam diplomasi ekonomi internasional yang diadopsi oleh lembaga-lembaga seperti IMF, WTO, dan Bank Dunia. Krisis struktural kapitalisme menunjukkan bahwa kebijakan dan praktik sebelumnya tidak lagi efektif, sehingga kapitalisme meninggalkan kompromi Keynesian dan beralih ke neoliberalisme untuk meningkatkan laba dan akumulasi. Monetarisme Friedman menjadi ide sentral, menyatakan bahwa masalah pasar bebas disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah mengontrol pasokan uang. Namun, versi ekonomi pasar bebas ini tidak dapat bertahan lama, dan perhatian beralih ke ide-ide Hayek dan Robert Lucas yang menekankan pentingnya intervensi negara yang minimal. Friedman dan Hayek berargumen bahwa ekonomi akan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri jika dibebaskan dari distorsi akibat intervensi negara dan serikat pekerja, dengan perdagangan bebas mencegah monopoli yang merugikan harga dan menjaga pengangguran pada tingkat alami yang diperlukan untuk melindungi keuntungan.

Sumber :

  • Khobir, A. 2010. Islam dan Kapitalisme. RELIGIA, 13(2), hal. 225 – 238.
  • Huda, C. 2016. Ekonomi Islam dan Kapitalisme (Merunut Benih Kapitalisme dalam Ekonomi Islam). Conomica, 7(1), hal. 27 – 49.
  • Parmitasari, R. D. A. & Alwi, Z. 2020. Aliran Ekonomi Neoliberalisme: Suatu Pengantar. Study of Scientific and Behavioral Management (SSBM), 1(2), hal. 59 – 69.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top