Meretas Ketidakadilan: Dampak Neoliberalisme pada Krisis Layanan Kesehatan Indonesia

Neoliberalisme sebagai paham ekonomi-politik yang menekankan pasar bebas, deregulasi, dan privatisasi telah membawa perubahan signifikan dalam sektor kesehatan. Transformasi ini menggeser paradigma layanan kesehatan dari hak dasar warga negara menjadi komoditas yang tunduk pada logika pasar dan profit. Dalam konteks Indonesia, dampak neoliberalisme tersebut bisa dilihat dari proses privatisasi layanan kesehatan, peningkatan biaya perawatan, serta melebar-nya kesenjangan akses layanan antara kelompok kaya dan miskin maupun antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Privatisasi yang merupakan inti neoliberalisme mendorong rumah sakit dan fasilitas kesehatan berorientasi pada keuntungan. Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2023 mencatat terdapat 3.155 rumah sakit di Indonesia (2.636 rumah sakit umum dan 519 khusus) serta 10.180 Puskesmas dan fasilitas kesehatan primer yang tersebar tidak merata di seluruh nusantara. Cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mencapai 94,6% pada tahun 2023 menunjukkan keberhasilan negara dalam memperluas program kesehatan, tetapi data Survei Kesehatan Indonesia (2023) mengungkap disparitas kepemilikan asuransi antara perkotaan (75,9%) dan perdesaan (64,8%), serta beberapa provinsi di wilayah timur seperti Papua Tengah (42,7%), Maluku Utara (41,5%), dan Jambi (37%) yang masih jauh di bawah rata-rata nasional.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa meskipun ada kemajuan kuantitatif, akses layanan kesehatan berkualitas yang memadai masih menjadi tantangan besar, terutama bagi kelompok miskin dan di daerah terpencil. Privatisasi menyebabkan biaya layanan kesehatan naik tajam, yang pada akhirnya menyulitkan kelompok rentan untuk mendapat layanan medis sesuai standar. Sebuah studi kasus di Arizona, AS, menunjukkan bahwa kerja sama sektor privat dalam pengelolaan layanan kesehatan justru meningkatkan beban pengeluaran kesehatan publik, bukan menurunkannya. Ini juga tercermin di Indonesia melalui kenaikan tarif pelayanan kesehatan dan dominasi pasar obat-obatan oleh perusahaan farmasi swasta yang menaikkan biaya obat dan vaksin.

Dari sudut pandang sosial dan etika, komersialisasi layanan kesehatan yang didorong neoliberalisme menciptakan fragmentasi sosial. Pasien diperlakukan layaknya konsumen karena orientasi utama menjadi profit, bukan pelayanan kesehatan yang adil. Siti Fadilah Yusof, mantan Menteri Kesehatan Indonesia, menyoroti ketidakadilan ini dalam kasus vaksin flu burung yang dikomersialisasikan secara global:

“…pembuat vaksin adalah perusahaan yang ada di negara-negara industri, negara maju, negara kaya yang tidak mempunyai kasus flu burung pada manusia dan kemudian vaksin itu dijual ke seluruh dunia juga akan dijual ke negara kita. Tetapi tanpa sepengetahuan apalagi kompensasi untuk si pengirim virus…”

Hal ini menambah beban negara berkembang dan mencerminkan bagaimana kesehatan berubah dari barang publik menjadi komoditas mahal yang sulit dijangkau.

David Harvey, seorang kritikus neoliberalisme, pun mengingatkan:

“Neoliberalisme berpandangan bahwa pasar bebas dapat menciptakan efisiensi ekonomi dan mendorong pertumbuhan, yang pada akhirnya akan membawa kemakmuran. Namun kenyataannya, paradigma ini sering mengabaikan ketimpangan sosial dan akses publik atas layanan dasar, termasuk kesehatan.”

Pemikiran Harvey memperkuat argumen bahwa efisiensi pasar tidak selalu berujung pada keadilan sosial dalam bidang kesehatan.

Disisi lain, Milton Friedman sebagai salah satu tokoh neoliberal menyatakan:

“Ancaman utama kebebasan adalah pemusatan kekuasaan, dan oleh karena itu, ruang lingkup kekuasaan pemerintah harus dibatasi.”

Prinsip ini menjelaskan mengapa peran negara dalam pelayanan kesehatan semakin minimal dan layanan privat yang mendapat ruang lebih besar, yang dalam praktik kerap berdampak buruk bagi kelompok tidak mampu.

Privatisasi dan kebijakan kesehatan berbasis neoliberal menyisakan tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat. Penataan ulang kebijakan kesehatan dibutuhkan agar prinsip kesehatan sebagai hak dasar terjaga, bukan sekadar komoditas. Penguatan peran negara sebagai regulator dan penyedia layanan publik yang inklusif sangat penting untuk mengatasi ketimpangan yang terus melebar akibat mekanisme pasar.

Data Pendukung

Indikator Data & Fakta Sumber
Jumlah Rumah Sakit di Indonesia (2023) 3.155 rumah sakit (2.636 umum, 519 khusus) Kemenkes RI 2024 via Unmul
Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Primer 10.180 unit (4.210 rawat inap + 5.970 non-rawat inap) Kemenkes RI 2024 via Unmul
Cakupan JKN (%) 94,6% penduduk tercover (262 juta jiwa lebih) BPJS Kesehatan 2023 via DoctorTool
Kepemilikan Asuransi di Perkotaan (%) 75,9% Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023
Kepemilikan Asuransi di Perdesaan (%) 64,8% Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023
Provinsi dengan Kepemilikan Asuransi Terendah Papua Pegunungan (55,4%), Papua Tengah (42,7%), Maluku Utara (41,5%), Maluku (39,4%), Jambi (37%) Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Mohammad Rizki Luthfiah, dkk. (2020). Perspektif Neoliberalisme dalam Privatisasi Sektor Kesehatan. Jurnal Transborders, Vol 3 No 2.

BPJS Kesehatan. (2023). Data Cakupan Jaminan Kesehatan Nasional.

Friedman, Milton. (2009). Kebebasan, Pasar, dan Peran Negara. IndoPROGRESS.

Harvey, David. (2024). Neoliberalisme: Kritik dan Tantangan. Prosiding AREAI.

IJHS. (2025). Peningkatan Kesetaraan Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan.

JHP UI. (2021). Deregulasi terhadap Paradoks Vaksin COVID-19 sebagai Barang Publik.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2024). Data Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Primer.

Komariah, Siti, dkk. (2024). Akses Layanan Kesehatan di Indonesia dalam Kerangka HAM. Causa Journal.

Sarjito, Aris. (2023). Dampak Kemiskinan terhadap Akses Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial Politik dan Administrasi Negara, Universitas Pertahanan RI.

Survei Kesehatan Indonesia (SKI). (2023). Data Kepemilikan Asuransi Kesehatan di Indonesia.

World Bank. (2024). Laporan Implementasi JKN dan Kesehatan Masyarakat Indonesia. Prosiding AREAI.

Yusof, Siti Fadilah. (2020). Pernyataan dalam berbagai forum kesehatan nasional.

Scroll to Top