
Peran Kontradiktif Negara dalam Sirkulasi Kapitalisme Neoliberalisme
Masuknya kapitalisme dan neoliberalisme ke dalam globalisasi bukan hanya untuk mengatur ekonomi sebuah negara, melainkan untuk mengatur ekonomi global. Neoliberalisme merupakan ideologi kapitalisme global yang muncul sebagai respons atas krisis ekonomi politik pada 1970-an. Paham ini menentang konsep negara kesejahteraan yang memberikan peran besar kepada pemerintah dalam mengatur perekonomian dan pelayanan sosial. Neoliberalisme berasumsi perusahaan swasta dan pasar bebas lebih efisien dalam menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan dibanding intervensi negara. Privatisasi menjadi agenda utama untuk meminimalisir campur tangan pemerintah dalam ekonomi. Namun pada praktiknya, neoliberalisme justru memanfaatkan kekuatan negara dalam sirkulasinya.
Negara-negara yang memiliki kekuasan penuh dalam lingkup internasional seperti Amerika Serikat dan Inggris menjadi aktor kunci dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip neoliberal di era kepemimpinan Ronald Reagan dan Margaret Thatcher. Lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia pun berperan sebagai instrumen untuk “memaksa” negara-negara berkembang mengadopsi kebijakan penyesuaian struktural berbasis neoliberalisme. Kebijakan seperti deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi perdagangan dipaksakan sebagai prasyarat mendapatkan bantuan utang. Jadi meskipun mengkritik peran besar negara, neoliberalisme tetap memanfaatkan kekuatan negara-negara besar dalam sirkulasinya. Peran negara lebih sebagai fasilitator dan penjamin sistem pasar bebas global.
Peran fasilitator negara-negara besar dalam agenda neoliberal cenderung bias dan menguntungkan kepentingan korporasi-korporasi multinasional dan perluasan pasar bebas global. Negara-negara berkembang dipaksa menerapkan kebijakan pro-pasar tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan konteksnya. Struktur ekonomi politik global berbasis neoliberal juga membatasi ruang gerak negara-negara kecil dalam menyusun kebijakan ekonomi yang sesuai kepentingan nasionalnya. Negara seolah kehilangan kedaulatan ekonomi demi mematuhi aturan main yang dibuat negara-negara besar.
Pada negara Indonesia, rakyat senantiasa dipaksa untuk menelan pemahaman yang seolah-olah paling benar bahwa keikutsertaanya dalam ekonomi adalah suatu keharusan agar bangsa dapat meraih cita-cita kesejahteraan yaitu dengaan adanya perdagangan bebas maupun pasar bebas sebagai jalan menuju investasi. Dengan kata lain para rakyat dipaksa untuk mempercayai bahwa kapitalisme lah yang menyediakan surga dan kebahagiaan. Dalam pandangan negara, rakyat hanyalah semata-mata seonggok tubuh yang dapat dioperasikan dalam suatu pemerintahan. Padalah rakyat adalah unsur penting dan utama bagi suatu negara karena merekalah yang dapat mempraktikan dan menegakkan kekuasaan negara tanpa adanya relasi diikat oleh retorika nasionalisme.
Neoliberalisme kerap dikritik karena mendorong peningkatan kesenjangan sosial, kegagalan pembangunan berkelanjutan, dan krisis demokrasi di banyak negara. Negara dianggap lebih mengutamakan kepentingan pasar dan korporasi daripada kesejahteraan rakyatnya sendiri. Privatisasi layanan publik pun mempersempit akses masyarakat kurang mampu. Neoliberalisme dituding sebagai bentuk kolonialisme ekonomi baru yang menciptakan ketergantungan negara miskin terhadap negara kaya pemilik modal global.
Meski begitu, pendukung neoliberalisme berargumen bahwa pendekatan ini membawa manfaat seperti pengentasan kemiskinan ekstrem melalui pertumbuhan ekonomi, transfer teknologi, dan efisiensi layanan publik setelah diprivatisasi. Mereka mengakui kegagalan neoliberal seperti krisis finansial pada tahun 2008 namun tetap percaya prinsip pasar bebas dan peran minimal negara. Solusi yang disarankan adalah pendekatan keseimbangan antara mekanisme pasar dengan regulasi pemerintah yang tepat.
Perdebatan tentang peran negara dalam neoliberalisme masih terus berlanjut hingga kini. Meski awalnya mengkritik konsep negara besar, neoliberalisme tak lepas dari kontribusi negara-negara ekonomi yang berkuasa dalam memperluas dan melanggengkan sistem kapitalisme global. Negara tetap berperan penting mendorong agenda neoliberal meski kapasitasnya lebih sebagai fasilitator ketimbang aktor utama. Diskusi terkait batas ideal peran negara dalam ekonomi politik global masih akan bergulir.
Pada akhirnya, sirkulasi kapitalisme neoliberal merupakan konsekuensi dari kolaborasi antara kekuatan negara yang berkuasa, korporasi multinasional, dan lembaga keuangan internasional. Kontradiksi terjadi ketika negara berperan mempromosikan pasar bebas yang justru mengancam kedaulatannya sendiri. Negara bukan lagi menjadi faktor tunggal dalam mengatur kebijakan ekonomi nasional tetapi harus tunduk pada aturan main yang didiktekan oleh struktur kapitalisme global baru.
Referensi :
Harahap, Husnul Isa. 2023. Neoliberalisme: Sebuah Konsep Pemerintahan Publik Swasta. Jurnal Studi Pembangunan, Vol. 2 No. 2: 57-61.
Polimpung, Hizkia Yosie. 2013. Kapitalisme dalam Kerlingan Negara-Berdaulat: Ulasan Historis Singkat dari Era Imperium Romawi Agung sampai Era Neoliberal. Jurnal Poliik Internasional, Vol. 15 No. 2: 115-133.
Saksono Gatut. 2009. Krisis Ekonomi Global, Neoliberalisme, dan Geliat Neososialisme. Jurnal Dialog Kebijakan Publik: Edisi 5.