
Awal tahun ini, Universitas Hasanuddin (Unhas) mengeluarkan Keputusan Rektor No. 03726/UN4.1/2024 dan Peraturan Rektor No. 8/UN4.1/2024 yang mana keduanya berisi tentang penetapan struktur baru Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk tahun ajaran baru, terutama bagi mahasiswa angkatan 2024. Kebijakan ini mendapat protes oleh mahasiswa karena disinyalir menjadi dalih bagi universitas untuk menaikkan UKT, mempersempit akses pendidikan bagi kalangan kurang mampu, dan jauh dari komitmen tentang pendidikan yang inklusif.
Protes tersebut diawali dengan massifikasi konten di media sosial berupa infografis, poster, dan videografis berisi informasi mengenai tren peningkatan UKT, dampak kenaikan UKT, serta narasi kritik satire lainnya. Gerakan protes ini memuncak ketika aksi demonstrasi yang dilakukan pada (29/05/2024) di depan Gedung Rektorat Unhas oleh mahasiswa Unhas yang tergabung dalam aliansi bernama Serikat Mahasiswa Unhas (Semaun).
Pada (29/05/2024), menjelang aksi demonstrasi dilakukan, mahasiswa yang tergabung dalam aliansi tersebut justru mendapatkan upaya penghalang-halangan ketika hendak menuju ke lokasi aksi. Beberapa mahasiswa mengaku mendapatkan pesan berisi tekanan untuk tidak mengikuti aksi serta arahan untuk segera menghadap kepada pimpinan fakultas. Lantas, ketika aksi demonstrasi berlangsung, pimpinan fakultas juga turut hadir atas arahan pihak rektorat dan terlihat melakukan upaya intimidasi secara langsung kepada mahasiswa. Bentuk intimidasi yang diterima oleh mahasiswa berupa ancaman akan dikenakan sanksi etik serta ancaman akan dipidanakan karena telah mencemarkan nama baik institusi. Bukan hanya itu, pihak rektorat juga mempersilakan kepolisian masuk ke dalam kampus untuk melakukan pengawasan terhadap mahasiswa yang melaksanakan aksi.
Selang beberapa hari setelah aksi, ancaman yang sebelumnya hanya berupa perkataan berubah menjadi upaya kriminalisasi. Beberapa mahasiswa yang sebelumnya terkonfirmasi sebagai perangkat aksi (29/05/2024) secara bergiliran diamankan oleh pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel, yakni pada Selasa malam (11/06/2024), selanjutnya pada Rabu dini hari (12/06/2024), dan juga pada Rabu malam (13/06/2024). Mahasiswa tersebut didatangi sekaligus digeledah di kediaman masing-masing serta dibawa ke kantor Polda Sulsel tanpa surat perintah penyelidikan dan surat perintah penggeledahan. Bahkan, mereka dipaksa oleh kepolisian untuk membuka akses terhadap data pribadinya tanpa alasan yang jelas. Mereka juga ditanyai dengan pertanyaan pokok mengenai apa dan siapa di balik Semaun.
Oleh karena itu, penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian erat kaitannya dengan aksi protes kenaikan UKT yang belakangan hari masif dilakukan oleh mahasiswa Unhas yang tergabung dalam aliansi Semaun. Ada indikasi yang menunjukkan bahwa penangkapan tersebut dilakukan atas aduan dari pihak Rektorat Unhas. Sebab, upaya kriminalisasi ini bukanlah hal baru, yang mana pada pertengahan tahun lalu (24/05/2023), pihak Rektorat Unhas juga menyerahkan mahasiswa yang melakukan penempelan poster kritik ke Kepolisian Sektor Tamalanrea. Atas indikasi tersebut, untuk sekian kalinya, pihak Rektorat Unhas lagi-lagi melibatkan pihak Kepolisian untuk melakukan upaya kriminalisasi terhadap mahasiswa yang aktif mengkritiknya.
Berdasarkan kejadian-kejadian di atas, kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan sikap sebagai berikut:
Kami mengecam pihak Rektorat Unhas yang telah melakukan upaya kriminalisasi terhadap mahasiswa yang aktif mengkritik kebijakan kampus.
Kami mengecam pihak Rektorat Unhas yang telah melibatkan pihak Kepolisian untuk meredam gerakan mahasiswa Unhas.
Kami mengecam pihak Rektorat Unhas dan Pimpinan Fakultas atas upaya intimidasi yang dilakukan terhadap mahasiswa yang terlibat aksi demonstrasi.
Kami menuntut Rektor Unhas untuk segera memenuhi tuntutan dan keluhan massa aksi pada (29/05/2024), terutama pada poin soal kenaikan UKT.
Kami meminta kepada setiap Civitas Akademika Unhas untuk membuka ruang demokrasi seluas-luasnya dalam kampus dan menjamin tidak ada bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap siapapun.