Vis-a-vis Corak Pasar dan Alam: Problematika Wabah dalam Penjara Kapitalistik

Share it

Kemunculan penyakit (disease emergence) secara luas didefinisikan sebagai peningkatan insidensi kasus pada manusia yang mengakibatkan peningkatan tingkat penularan, yang disebabkan oleh perubahan dinamika kontak antar hospes dan/atau perubahan dari patogen itu sendiri. Sebuah artikel di The New York Times menyatakan bahwa penyakit sebagian besar merupakan isu lingkungan. Enam puluh persen penyakit menular baru yang muncul (emerging infectious diseases) yang menyerang manusia adalah penyakit zoonosis yang berasal dari hewan, dan lebih dari dua pertiga di antaranya berasal dari satwa liar. Laporan tersebut sejalan dengan teori H.L Blum terkait faktor yang dapat mempengaruhi determinan kesehatan masyarakat. Terdapat 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas dimana faktor lingkungan memiliki pengaruh tertinggi dengan yaitu sebesar 40%. Penyakit zoonosis menjadi isu yang cukup dekat dengan masyarakat pasca pandemi akibat dari wabah Covid-19.


Pandemi Covid-19 yang menyapa dunia mulai pada Maret 2020 masih menghantui dunia hingga hari ini. Hal ini dapat dilihat melalui warisan yang diberikan berupa perubahan struktur sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup manusia. Sejak pembukaan tahun 2020 masyarakat dunia berhadapan dengan wabah pneumonia massal nan misterius (baca: SARS-CoV-2) yang dalam diam mengakar dan menyebabkan 80,7 juta kasus terjadi dengan nilai CFR 2,2% pada 221 negara di dunia dalam kurun hanya setahun. Berdasarkan data Infeksi Emerging kasus Covid-19 pada skala global setidaknya hingga 2024 yaitu sebesar 775,3 juta yang tersebar dari manusia yang terkontaminasi Covid-19 dengan jumlah kasus kematian sebesar 7 juta manusia.

Kepulangan WNI ke Natuna, Indonesia dari Provinsi Hubei, China

Wabah penyakit yang hadir karena penularan dari hewan tidak hanya dapat dilihat melalui peristiva Covid-19, pada tahun 2009 wabah influenza A yang akrab dikenal dengan flu babi/flu H1N1 (singkatan dari dua antigen utama virus yaitu hemaglutinin tipe 1 dan neuraminidase tipe 1), telah terlebih dahulu menggugah kehawatiran dikalangan mastarakat dengan korban sebesar 570 ribu penduduk pada tahun pertama kehadirannya. Flu H1N1 merupakan hasil akumulasi srangkaian mutasi yang menghadirkan patogen varian baru yang pertama kali menyerang Meksiko dan berhasil melintasi samudera pasifik hanya dalam 9 hari, melampaui prediksi yang memerlukan waktu sebulan kemudian. Flu H1N1 merupakan penyakit saluran pernapasan menular pada babi yang menyerupai virus influenza pada manusia. Mutasi yang terjadi menyebabkan pergeseran sasaran dari flu H1N1 yang awalnya hanya menyerang babi juga kemudian mampu menginfeksi manusia yang lebih lanjut menyebabkan posibiltas reaksi infeksi timbal balik antara babi dan manusia. Wendy Puryear, seorang ahli virus molekuler menyatakan bahwa hanya masalah waktu untuk virus flu burung yang saat ini dianggap berisiko rendah menular ke manusia mereplikasi diri dan berevolusi cepat untuk dapat menginfasi hopes yang berbeda.

Wabah zoonosis juga dapat dijumpai di abad milenium awal dimana sejak awal 2003 penyakit flu burung (Avian influenza) hingga 2019 World Organization Animal Health (WOAH) melaporakan bahwa terdapat 76 negara yang telah tertular flu burung yang berujung pada eksekusi lebih dari 200 juta ungas. Secara global wabah ini telah menimbulkan 878 kasus pada manusia dengan persentase kematian sebesar 52% (458 kasus) yang dilaporkan oleh 23 negara. Di Indonesia kasus flu burung pertamakali dilaporkan pada Januari 2004 yang hingga tahun 2007 penyebarannya tekonfirmasi pada 31 provinsi di Idnonesia dan menyebabkan kematian lebih dari 16 juta unggas. Secara global terjadi peningkatan tren kasus flu burung sejak 2021 dedangkan pada kawasan asia terjadi penurunan. Perkembangan flu burung membawa kejutan di tahun 2024 saat terdeteksi virus H5N1 pada anjing laut dekat Antarika. Mutasi genetik virus H5N1 telah merevolusi jangkauan inang dan mendorong perluasan geografi persebaran flu burung. Dari laporan WHO virus H5N1 yang telah bermutasi dapat bersifat mematikan untuk burung, mamalia, dan manusia.

Masalah lebih lanjut yaitu wabah Covid-19, flu H1N1, dan dlu burung-juga wabah yang ditimbulkan dari parasit yang dibawa oleh binatang lain-merupakan penyakit dengan basis zoonosis tidak seprti flu musiman yang lebih mudah diprediksi. Wabah yang diakibatkan zoonosis sulit untuk diprediksi karena faktor yang menjadi penyebab hadirnya merupaka serangkaian sistemik yang kompleks. Masalah tersebutlah yang menjadi tantangngan menurut Wallace dalam buku ‘Matinya Epidemiologi’ dimana epidemiologi kemudian menghadapi kesulitan dalam memprediksi datangnya wabah yang disebabkan oleh penyakit zoonosis. Tindakan reaksioner terhadap pengendalian penyakit perlu didorong dalam upaya menghentikan wabah yang tidak dapat dicegah kedatangannya. Wallace dalam melakukan hal tersebut melakukan pembacaan dengan analisis struktural.

Epidemiologi zoonosis hadir dari dinamika dan kompleksitas dari setidaknya 3 faktor yang bekerja di lingkungan alamiah yaitu hospes, patogen, dan sosio-ekologi. Kegiatan individual manusia, kondisi sosio-ekonomi dan politik, kemajuan sains, dan pengaruh manusia dari interaksinya dengan alam menjadi faktor yang berpengaruh terhadap bagimana manusia menjadi inang patogen (baca: hospes). Keberadaan strata sosial yang dibangun dari basis ekonomi memberikan implikasi pada laju industrialisasi seperti intensifikasi produksi, perdagangan global, intervensi terhadap ekosistem dan urbanisasi yang keseluruhannya berjalan dalam melanggenggkan sirkulasi kapital. Hubungan kerja yang ekstraktif antara manusia dan alam dapat memantik konflik akan munculnya patogen karena perubahan ekosistem dan biodiversitas yang berdampak pada sintesis fauna lokal yang pada akhirnya memberi peluang ekspansi patogen melalui satwa liar sebagai vektor penyakit.


Wallace dalam bukunya menjelaskan tentang bagaimana kapitalisasi makanan eksotik yang memanfaatkan satwa liar sebagai komoditas mendorong produksi industri. Pertumbuhan kawasan pinggiran kota diikuti dengan peningkatan kepadatan populasi manusia bertemu dengan populasi fauna lokal (baca: satwa liar) yang terjadi pada aera pedesaan. Interaksi penghuni ekosistem inilah yang menyebabkan potensi penularan penyakit berbasis hewan dapat meningkat. Peternakan bertranformasi menjadi pabrik santapan eksotis dan pertemuan anatar manusia dan satwa liat bukan lagi di alam alamiah tetapi di pasar dan meja makan. Usaha industrialisasi kian mendorong batas lingungan manusia merosok kedalam hutan dengan ekspansi cabang-cabang pabrik atas dasar akumulasi.

Pasar di Wuhan

Ketika sebuah hutan mengalami kerusakan, hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan suhu bumi dan perubahan iklim yang ekstrem. Deforestasi meningkatkan jumlah karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke udara. Kita tahu bahwa karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang paling umum. Menurut seorang Profesor ilmu lingkungan di Lasell College Newton, Massachusetts, deforestasi tidak hanya mempengaruhi jumlah karbon dioksida sebagai gas rumah kaca, tetapi juga berdampak pada pertukaran uap air dan karbon dioksida antara atmosfer dan permukaan tanah, yang berkaitan dengan perubahan iklim. Perubahan konsentrasi gas di atmosfer ini akan berdampak langsung pada iklim, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Deforestasi dan perumbahan iklim yang menjadi implikasi lanjutan akan mendorong satwa liat meninggalkan ekosistemnya.

Pemusnahan hewan penyebab zoonosis masih menjadi jawaban yang sering dilontarkan oleh pemerintah dalam merespon beragam bentuk masalah penyakit zoonosis. Penanganan dengan model ini mengasumsikan jika terdapat seekor unggas ataupun hewan lainnya yang telah terinfeksi maka akan sangat mungkin untuk menyebar ke seluruh unggas atau hewan yang ada pada suatu kelompok khusus. Vaksinasi menjadi instrumen kunci dalam penanggulangan pandemi Covid-19 sebagai upaya membangun atau meningkatkan immun tubuh seseorang secara spesifik terhadap suatu penyakit. Dampak yang ditimbulkan yaitu pada saat terpajan oleh penyakit yang spesifik tersebut maka tubuh tidak akan sakit. Dorongan vaksinasi dilakukan untuk mengurangi transmisi atau penularan Covid-19. Tinggin dan meratanya cakupan vaksinasi akan membentuk kekebalan kelompok (herd immunity) yang diharapkan dapat memutus rantai penularan penyakit ini. Kuatnya imunitas dalam masyarakat berkat vaksinasi juga dapat meningkatkan produktivitas, sehingga dampak negatif dari pandemi ini secara bertahap dapat diatasi.

Namun permasalahan wabah zoonosis tidak hanya sampai pada pengendalian virus dan perjalanan klinisnya. Dalam sirkuit kapital desakan pasar akan terus mendorong jaringan bisnis hewan eksotis dengan logika akumulasi tanpa bantas tanpa mengindahkan jejak dosa ekologis yang ditinggalkannya. Pemecahan masalah yang hanya berfokus pada penyelesaian gejala hanya akan menumbangkan dampak-dampak yang dihasilkan. Tanpa menyasar masalah yang lebih mengakar-corak produksi kapitalistik-maka wabah ataupun pandemi yang lebih besar dan kompleks dikemudian hari akan hadir dan mengulang lingkaran setan penyelesaian gejala yang reaksioner.

 

Referensi:

Cindrakasih, R. (2021). Dampak COVID-19 Terhadap Sosial Budaya Dan Gaya Hidup Masyarakat. Jurnal Public Relations (J-PR)2(2), 87-97.

Davis, M. (2021). Datangnya Pegebluk: Covid-19, Flu Burung, dan Wabah Kapitalisme. Penerbit Indipenden, Yogyakarta.

Hussein, M., Z., (2021) Asal Usul Covid-19: Ekonomi Makanan Hewan Eksotis dan Kapitalisme. Indoprogress.

Maulana, R. (2022). Paradoks kepemilikan satwa liar, di tengah pandemi penyakit yang ditularkan oleh satwa liar. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (Journal of Environmental Sustainability Management), 106-125.

Naipospos, T.S.P. PERSPEKTIF SOSIO-EKOLOGIS ZOONOSIS.

Naipospos, T.S.P., (2024) Era Baru Flu Burung. Kompas.id

Sukendra, D. M. (2009). Epidemiologi dan Regulasi Virus [H1N1] pada Babi Dan Penularannya ke Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat5 (1).

Wallace, R. (2020). Matinya Epidemiolog: Ekspansi Modal dan Asal-Usul Covid-19. Penerbit Independen, Yogyakarta.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top